One Minute Film Competition: Inilah Cerita Para Pemenang!
Tahun lalu, Sony mengadakan One Minute Film Competition sebagai wadah bagi para kreator untuk mengekspresikan karya dan kreativitasnya. Kompetisi tersebut dimulai pada 1 Oktober 2023 dan pengiriman karya ditutup pada 31 Desember 2023. Dalam waktu tiga bulan, lebih dari 300 film ikut berpartisipasi sebagai bukti bahwa para filmmaker yang kreatif dan bertalenta membutuhkan wadah untuk berekspresi, dan lebih penting lagi, untuk mendapatkan pengalaman berharga demi perkembangannya sendiri.
Pemenang kompetisi ini diumumkan pada Film Screening & Winner Awarding Event yang digelar pada 8 Maret 2024 bertempat di CGV Cinemas, Mall Grand Indonesia, Jakarta. Panel Juri yang terdiri dari para sutradara ternama dan berpengalaman yaitu Bagoes Tresna Adji, Fajar Bustomi, dan Upie Guava menganugerahi film “Yok Shooting Yok!” karya Igy Yuniandri sebagai pemenang dan “The Endline” karya Faiz Fathurrohman sebagai runner-up. Inilah cerita mereka!
Sumber Inspirasi
Kedua film sama-sama terinspirasi dari keresahan kreatornya masing-masing. “Yok Shooting Yok!” berbicara tentang industri perfilman yang terkadang ia rasa tidak sehat sementara “The Endline” lebih berfokus pada isu lingkungan dan sosial. Igy menyampaikan, “Kami ingin mengekspresikan keresahan dan rasa takut kami terhadap lingkungan yang tidak sehat di industri film. Kami khawatir bahwa hidup kami sebagai pembuat film tidak akan bertahan lama jika situasi ini masih dilanggengkan atau bahkan dinormalisasi.” Sementara itu, Faiz berkaca pada pengalaman pribadinya dan berkata, “Pada Oktober 2023, Yogyakarta mengalami darurat sampah karena Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan ditutup akibat kelebihan kapasitas. Hal tersebut membuat seluruh kota menjadi tampak kotor karena masyarakat mulai membuang sampah di sudut-sudut jalan utama kota. Situasi itu membuat saya berpikir bahwa sebenarnya ini bukan hanya masalah sampah tapi juga overpopulasi. Seiring berjalannya waktu, justru kita sendiri yang menghancurkan Bumi, rumah kita sendiri.”
Proses Kreatif
Awalnya, Faiz membuat film tersebut sebagai bagian dari tugas sekolahnya tapi ia ingin karyanya tersebut bisa memberikan pengaruh yang lebih besar dengan mengirimkannya untuk berpartisipasi dalam kompetisi film. “‘The Endline” dimulai sebagai tugas sekolah dan pesan utama yang ingin disampaikan adalah ‘Kurangi Polusi, Jaga Populasi’. Tapi, saya ingin film ini mendapatkan validasi yang lebih luas dan saya memutuskan untuk mengirimkan film ini untuk berpartisipasi di One Minute Film Competition. Jadi saya harus mengembangkan konsep dari film aslinya dan menyesuaikannya dengan peraturan kompetisi yaitu membuatnya menjadi film pendek dengan durasi satu menit.”
Bagi Igy, proses kreatif ketika membuat filmnya sangatlah menyenangkan. Ia mengatakan, “Prosesnya sangatlah kolaboratif karena ide utama dari film ini sangat dekat dengan kami sebagai pembuat film. Semua anggota kru menyampaikan idenya masing-masing dan kami menggabungkan semuanya di film ini. Untuk proses teknisnya, kami memulai dengan membuat proof of concept dalam bentuk videoboard untuk memastikan bahwa pesan tersebut bisa tersampaikan dengan baik. Hal ini membantu proses shooting berjalan secara efisien dan efektif.”
Tantangan Produksi
Ya, bahkan untuk film dengan durasi hanya satu menit, para kreator harus menghadapi berbagai tantangan selama tahap produksi. Misalnya, Igy dan timnya harus sangat cermat dalam penjadwalan shooting. “Kami memiliki 65 shots yang dijadwalkan dalam satu hari. Hal tersebut menjadi sebuah tekanan bagi kami karena kami ingin bisa menyelesaikan proses shooting tanpa harus lembur dan pada akhirnya menciptakan lingkungan produksi yang tidak sehat. Selain itu, kami juga tidak memiliki banyak lokasi shooting. Kami harus mencari cara menyampaikan cerita yang berbeda di lokasi yang sama. Kami sangat bersyukur memiliki tim Art dan VFX yang bisa diandalkan untuk menyiasati hal tersebut,” kata Igy menceritakan tantangan yang harus ia hadapi.
Bagi Faiz, lokasi shooting memberikan pengalaman berat baginya. “Salah satu tantangan yang harus kami hadapi adalah memastikan bahwa tema dan isu besar yang kami angkat bisa disampaikan dalam sebuah film berdurasi satu menit. Tapi, tantangan terbesarnya ada di lokasi shooting yaitu TPA Piyungan. Kondisi udara di sana sangat tidak nyaman sehingga kami harus menggunakan dua lapis masker. Untuk menanganinya, kami mengedepankan efisiensi dengan memilih lokasi shooting secara cermat dan menggunakan treatment equipment yang tepat berdasarkan lokasi shooting. Saya juga merasa bersyukur telah bekerja dengan seorang aktor yang menjunjung tinggi profesionalitas dan integritas. Dia tetap fokus memainkan perannya dan rela tidak menggunakan masker agar hasil shooting tampak lebih autentik. Hal tersebut membantu kami mempertahankan kualitas film ini meskipun kami harus berada di situasi yang kurang nyaman,” kata Faiz.
Batas Satu Menit
Durasi yang pendek adalah tantangan utama dalam kompetisi ini. Apakah mudah? Igy dan Faiz sama-sama setuju bahwa jawabannya adalah tidak.
“Pembatasan durasi adalah sebuah tantangan tersendiri. Mencari cara untuk menyampaikan sebuah kisah yang koheren, kohesif, utuh, dan menghibur adalah hal yang lebih sulit daripada yang kami bayangkan,” ujar Igy. Sepakat dengan Igy, Faiz menyatakan, “Memastikan bahwa sebuah tema besar bisa tersampaikan dalam sebuah film berdurasi 60 detik adalah sebuah tantangan yang berat. Kami harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk menulis skenario dan proses editing untuk memastikan bahwa setiap detik dan setiap adegan dalam film ini bisa memberikan nilai dan relevansi maksimum. Tapi, berkat kolaborasi yang intensif, kami berhasil melakukannya tanpa kehilangan esensi cerita.”
Pesan untuk Pembuat Film Lain
Kedua kreator bertalenta ini memiliki pesan untuk sesama pembuat film lain. “Saya ingin menyemangati kolega seprofesi saya untuk terus belajar mengenai storytelling secara konsisten. Dengan begitu, kami bisa menghasilkan sebuah karya yang tidak hanya menghibur tapi juga bisa mencerdaskan masyarakat dan memberikan dampak positif terhadap lingkungan,” pesan Faiz. Sementara itu, Igy berseru, “Let’s make filmmaking fun again!”
Dukungan Sony terhadap para filmmaker tidak hanya terbatas pada penyediaan perangkat pembuatan film terbaik. Lebih dari itu, Sony ingin mengapresiasi semangat para filmmaker masa depan untuk terus berkarya. Kompetisi ini adalah salah satu cara untuk mewujudkan ide tersebut. Kami berterima kasih kepada semua partisipan dan selamat kepada para pemenang. Sampai jumpa di kompetisi selanjutnya!